Kamis, 21 Maret 2013

Kesenian Jawa Timur

             Kesenian Jawa Timur

Walaupun tidak termasuk dalam wilayah provinsi Jawa Tengah, namuan kebudayaan Jawa Timur sedikit – banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa Tengahan. Hal ini ditijukan dari banguna rumah adat joglo yang tidak berbeda jauh dengan rumah adat joglo yang berada di Jawa Tengah.

Ikatan yang terjalin antar masyarakatnya pun tidak berbeda jauh dengan masyarakat Jawa Tengah yang tidak hanya memiliki perikatan berdasarkan persaudaran atau hubunan darah, namun juga dipengaruhi oleh persahabatan yang erat dan wilayah teritorial.
Sedangkan untuk kesenian yang dimiliki Jawa Timur, bisa dibagi menjadi 6 kelompok besar, yaitu :
  • seni teater (pertunjukan)
  • seni tari
  • seni musik
  • seniman nyanyi
  • dalang
  • seni rupa
kesenian jawa timur

Kesenian Daerah Jawa Timur

Kesenian yang termasuk dalam kesenian daerah Jawa Timur bisa dijelaskan menurut kelompok besar yang disebutkan di atas. Perincian keenam kelompok besar tersebut antara lain :
1. Seni Teater :
  • dagelan / lawak
  • drama glipang
  • jagger
  • damarwulan
  • gembulng
  • kentrung
  • ketoprak
  • lengger
  • ludruk
  • misri
  • sindhon
  • tonil, dll
2. Seni Tari :
  • barong
  • bulkiyo
  • dhungkrek
  • gandrung Bayuwangi
  • hadrah
  • jaranan
  • kethek ogleng
  • reyog/reog Ponorogo
  • tayuban
  • seniti
  • srutung
  • slempangan
  • tari kreasi, dll
3. Seni Musik :
  • acoi/acing
  • angklung
  • jedhor
  • kolintang
  • kertipung
  • karawitan
  • genjring
  • cungkir
  • orkes
  • keroncong
  • terbangun
  • musik tiup
4. Seniman nyanyi:
  • bina vokalis
  • hadrah/rodat
  • samroh
  • mocopat/tembang gending
  • salawatan
  • wanggono, dll
5. Dalang :
  • dalang wayang beber
  • dalang wayang golek / tengkuk
  • dalang wayang kulit
  • dalang wayang klithik
  • dalang wayang patehu
  • dalayang wayang suluh
  • dalang wayang timplong, dll
6. Seni Rupa :
  • lukis
  • kriya/ukir
  • pahat/patung. (nn)

Sulawesi Tengah

                 Kesenian Sulawesi Tengah

Kesenian

Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi diantara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Berbeda dengan musik Jawa dan Bali yang lebih berkembang, musik tradisional di daerah ini memiliki instrumen yang terbatas seperti suling, gong dan gendong. Lebih bermanfaat sebagai hiburan daripada sebagai bagian ritus keagamaan, penampilan kesenian merupakan kesenian rakyat.
Di wilayah Kaili di bagian pantai barat, waino merupakan suatu seni bercerita yang juga dipandu dengan bentuk musik dan ditampilkan ketika ada upacara kematian.
Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan disuatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Tari masyarakat yang terkenal adalah dero merupakan tarian masyarakat di Pamona Kecamatan Pamona dan Kuwali. Dero secara khusus ditampilkan ketika musim panen dan festival lainnya seperti upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari nasional tertentu.
Mungkin salah satu tarian di Indonesia yang laki-laki dan perempuan berpegangan tangan bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan Jepang di Indonesia ketika perang dunia II.
Dengan memukul gong dan gendang, para penari membuat suatu lingkaran dengan seorang menyanyi dan yang lainnya mengikutinya. Dengan banyaknya orang yang ikut maka lingkaran itu semakin besar dan biasanya ditambah dengan lingkaran kedua. Tamu kehormatan biasanya diikutsertakan dalam lingkaran kedua. Tamu kehormatan diikutsertakan dalam lingkaran tersebut dan dapat istirahat bila lelah. Sebagai suatu kesempatan bagi saling bertemunya antar muda-mudi dero dapat berlanjut hingga larut malam dimana para peserta dapat istirahat dan dapat ikut lagi dalam lingkaran setelah itu. Karena dero hanya ada pada saat-saat tertentu maka biasanya para gadis dan wanita lainnya menggunakan pakaian adat / tradisional.
Musik dan Tarian di Sulawesi Tengah bervariasi, yaitu perpaduan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Musik tradisional memiliki Instrumen seperti suling, gong, dan bahkan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai ritual keagamaan. Dengan perkembangan yang ada bahkan sudah banyak lagu daerah Sulawesi Tengah yang tercipta, dengan perpaduan musik khas tersebut. Antara lain:
  1. Palu Ngataku
  2. Posisani
  3. Rikasolo nu eo
  4. Kaili Kana Kutora
  5. Randa Ntovea
  6. Polo Haja
  7. Tanaggu Kaili
  8. Kaili Ntovea
  9. Janji Ri Talinti
  10. Kakula Nuada
  11. Nanjodi
  12. Buya Sabe
  13. Nekakava Togoa
  14. Natetora Vaimo
  15. Nomarue
  16. Gero Raraku
  17. Bunga Navoke Puramo
  18. Doa Mpolinja Janji
  19. Irama Dero 1
  20. Nonstop Irama Dero Poso
  21. Irama Dero 3

Sulawesi Utara

                      Kesenian Sulawesi Utara

Sulawesi Utara terletak di ujung Pulau Sulawesi, dan berbatasan dengan Negara Filipina di sebelah utara. Ibu kota Sulawesi Utara adalah Manado

Secara umum kehidupan di Kota Manado sama dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Pusat kota terdapat di Jalan Sam Ratulangi yang banyak dibangun pusat-pusat pembelanjaan yang terletak di sepanjang jalur utara-selatan yang juga dikenal dengan tempat yang memiliki restoran-restoran terkenal di Manado. Akhir-akhir ini Manado terkenal dengan makin menjamurnya mal-mal dan restoran-restoran yang dibangun di sepanjang pantai yang memanfaatkan pemandangannya yang indah di saat menjelangnya matahari terbenam.

Sulawesi Utara mempnyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada di paling ujung utara Nusantara ini menjadi Daerah Propinsi. 

Dalam sejarah pemerintahan daerah Sulawesi Utara, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan administrasi pemerintahan, seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.

Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus keresidenan yang merupakan bagian dari Propinsi Sulawesi. Propinsi Sulawesi ketika itu beribukota di Makassar dengan Gubernur yaitu DR.G.S.S.J. Ratulangi.

Dalam perkembangan selanjutnya, tercatat suatu momentum penting yang terpatri dengan tinta emas dalam lembar sejarah daerah ini yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 yang menetapkan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai daerah otonom Tingkat I dengan Ibukotanya Manado.

Momentum diundangkannya UU Nomor 13 Tahun 1964 itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak itulah secara de facto wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo. Adapun daerah tingkat II yang masuk dalam wilayah Sulawesi Utara yaitu; Kotamadya Manado, Kota Madya Gorontalo, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Sangihe Talaud. Gubernur Propinsi Dati I Sulawesi Utara yang pertama adalah F.J. Tumbelaka.

Makanan Khas

Sama seperti daerah lainnya yang ada di Indonesia. Makanan khas Sulawesi Utara yang paling populer adalah Tinutuan atau Midal (bubur Manado). Di daerah Minahasaterdapat makanan khas yang jarang ditemui di daerah lainnya di Indonesia sepertirintek wuuk (biasa disebut RW) atau daging anjing, daging ular dan paniki (daging kelelawar). Makanan khas lainnya seperti woku blanga dan cakalang fufu sering ditemui di daerah pesisir. 

Seni Tari

Tarian Kabasaran / Kawasaran
Kota Tomohon - Sulawesi Utara - Indonesia



Tarian Kabasaran merupakan salah satu tarian tradisional Minahasa. Tarian ini tidak dimainkan sendiri, namun berkelompok. Para penari memakai pakaian merah, mata melotot, wajah garang, diiringi tambur atau gong kecil sembari menyondang pedang dan tombak tajam. Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan.
Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu karena tarian Kabasaran merupakan keahlian turun-temurun. Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak. Babak-babak tersebut terdiri dari cakalelelumoyak, dan lalaya‘an.
Pada jaman dahulu, para penari Kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, apabila Minahasa dalam keadaan perang, maka para penari Kabasaran menjadi waranei (prajurit perang). Dalam kehidupan sehari-hariwaranei ini berprofesi sebagai petaniKini, tarian Kawasaran atau Kabasaran acapkali ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu daerah maupun ditampilkan pada festival-festival kebudayaan di Sulawesi Utara.
Tarian Kabasaran amat berbeda dengan tarian lainnya di Indonesia yang umumnya mengumbar senyum dengan gerakan yang lemah gemulai. Tarian ini didominasi dengan warna merah, rias wajah yang sangar, serta lantunan musik yang membakar semangat. Tak hanya itu, mereka dibekali pedang dan tombak tajam, sehingga membuat tarian Kabasaran terkesan rancak dan garang.
Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata ‘wasal‘ yang bermakna ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh suara tambur atau gong kecil. Alat musik pukul seperti gong, tambur atau kolintang disebut pa ‘wasalen dan para penarinya disebut kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.
Ketika anda berminat untuk menyaksikan tarian ini, maka Anda harus mempertimbangkan seberapa banyak jumlah penari berpasangan yang hendak dipesan, karena tarian Kabasaran tidak bisa dimainkan oleh satu atau dua orang saja, melainkan berkelompok. Semakin banyak pasangan, semakin apik tarian ini. Maka tentu saja, Anda harus merogoh kocek lebih banyak untuk menyaksikannya.


Tari Mesalai 

Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.

Peralatan musik (waditra) yang digunakan untuk mengiringi tari mesalai adalah tegonggong yang iramanya terdiri dari lima macam, yaitu: (1) tengkelu bawine (irama untuk wanita); (2) tengkelu sonda (irama untuk pria); (3) tengkelu sahola (irama lincah); (4) tengkelu balang (irama mendayung); dan (5) tengkelu duruhang (irama menyusur pantai). Irama musik tegonggong ini dipadukan dengan sasambo atau lagu pujaan yang berisi ajaran tentang baik dan buruk, hubungan antarmanusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan alam lingkungannya.

Busana yang dipakai oleh para penari pria adalah busana adat yang disebut laku tepu. Busana ini terbuat dari tumbuhan sejenis pisang yang kadang disebut juga serat manila. Selain itu, para penari pria juga menggenakan tutup kepala yang terbuat dari lipatan kain yang disebut paporong dan sapu tangan (lenso). Sedangkan, busana yang dikenakan oleh penari wanita diantaranya adalah: (1) laku tepu; (2) papili (mahkota yang terbuat dari kulit penyu yang dihiasi sejenis bunga angrek); (3) topo-topo (rangkaian bunga yang dililitkan pada sanggul); (4) soho (kalung); (5) galang (gelang); (6) lenso (sapu tangan); dan (7) boto pasige (sanggul).

Pertunjukan tari mesalai diawali dengan masuknya para penari wanita yang berjalan dengan lemah gemulai, lalu memberi hormat (mindura) pada para penonton. Dalam gerakan menghormat tersebut, penari diiringi tabuhan tegonggong dengan irama tengkelu bawine dan nyanyian sasambo yang syairnya berbunyi “Kawansang ana gune, kumandang kapetuilang” (keagungan penari wanita, kerdipan mata seperti disangga).

Setelah itu, para penari pria akan menyusul masuk pentas dan kemudian memberi hormat pada para penonton. Selanjutnya, mereka langsung menari dengan gerakan kaki yang dihentak-hentak ke lantai dan gerakan tangan yang diayunkan ke muka sesuai dengan tabuhan tegonggong yang berirama tengkelu senda (irama laki-laki). Sedangkan, syair sasambo yang dinyanyikan berbunyi “Su pedimpolangang, salaing ese mang ene”, yang artinya “dalam setiap pertemuan tarian tetap (harus) ada”.

Kemudian, para penari akan membentuk lingkaran sambil terus menghentakkan kaki dan mengayunkan tangan ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Irama yang ditabuh dalam mengiringi gerakan ini adalah tengkelu sahola dan syair lagu yang dinyanyikan berbunyi “Sengkalitu sengkara angeng, sengka pemedi limbene” yang artinya, “serempak dan bersama-sama naik, serempak melenggangkan tangan.”

Selanjutnya, para penari pria akan berpasangan dengan penari wanita untuk menarikan tari pergaulan yang disebut medalika. Pada gerakan tari ini para penari memegang sapu tangan dengan kedua belah tangan dan berputar membentuk lingkaran. Kemudian para penari wanita akan berjongkok dan penari pria mengelilinginya sambil melakukan gerakan mengaleke.

Ketika irama tegonggong berganti menjadi tengkelu balang, para penari berganti posisi dan mulai memainkan gerakan mendayung yang merupakan simbol dari masyarakat Sangihe Talaud yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Dalam gerakan ini sasambo yang dinyanyikan berbunyi “Dasalipe mapia, salai megugunena”, yang artinya “berbalaslah lagu secara serasi, para penari semakin halus dan mantap.”

Gerakan selanjutnya adalah salaing durung (menyusuri pantai). Pada gerakan ini para penari akan menari sambil menghentakkan kaki diiringi irama tengkelu durunghang dan syair sasambo yang berbunyi “Gagaweangu sangihe, ndai tuo katamang” (kebudayaan Sangihe Talaud, semoga tumbuh dan berkembang). Setelah syair sasambo selesai dinyanyikan, para penari akan memberi hormat pada para penonton sebelum meninggalkan panggung.
Mesalai sebagai tarian khas orang Sangihe Talaud, jika dicermati, tidak hanya mengandung nilai estetika (keindahan), sebagaimana yang tercermin dalam gerakan-gerakan tubuh para penarinya. Akan tetapi, juga nilai kerukunan dan kesyukuran. Nilai kerukunan tercermin dalam fungsi tari tersebut yang diantaranya adalah sebagai ajang berkumpul antarwarga dalam suatu kampung atau desa untuk merayakan suatu upacara adat dan saling bersilaturahim sehingga menciptakan suatu kerukunan di dalam kampung atau desa tersebut. Sedangkan, nilai kesyukuran tercermin dalam tujuan diselenggarakannya tarian tersebut, yang merupakan salah satu unsur dalam penyelenggaraan suatu upacara adat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta. (gufron)

 

Tari Maengket
Tari maengket adalah salah satu seni tarian rakyat orang Minahasa di Kota Manado yang merupakan tari tontonan rakyat. Tarian ini disertai dengan nyanyian dan diiringi gendang atau tambur yang biasanya dilakukan sesudah panen padi sebagai ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Saat ini tari maengkat telah berkembang dalam masyarakat membentuk tumpukan-tumpukan dengan kreasi baru.

 Seni Musik
 
Musik Kolintang
Musik kolintang pada awalnya dibuat dari bahan yang disebut wunut dari jenis kayu yang disebut belar. Pada perkembangan selanjutnya, kolintang mulai menggunakan bahan kayu telor dan cempaka. Orkes kolintang sebagai produk seni musik tradisional bukan saja sebagai sarana hiburan, akan tetapi juga sebagai media penerapan pendidikan musik yang dimulai dari anak-anak sekolah di Kota Manado.

Musik Tiup Bambu
Musik tradisional ini berasal dari kepulauan Sangihe Talaud yang diciptakan oleh seorang petani pada tahun 1700. Pada awalnya musik bambu hanya merupakan alat penghibur bagi masyarakat petani setelah seharian melakukan aktivitas sebagai petani yang biasanya dibunyikan setelah selesai makan malam. Dewasa ini di Kota Manado, musik bambu telah menjadi salah satu jenis musik yang sering digunakan pada acara-acara tertentu agar menjadi lebih semarak dan bergengsi.
Musik Bia
Bia adalah sejenis kerang atau keong yang hidup dilaut. Sekitar tahun 1941 seorang penduduk Desa Batu Minahasa Utara menjadikan kerang/keong sebagai satu tumpukan musik. Musik bia akhirnya telah menjadi salah satu seni musik tradisional yang turut memberikan nilai tambah bagi masyarakat Kota Manado. Dengan hadirnya musik ini pada pagelaran kesenian dan acara tertentu, telah menimbulkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik mancanegara maupun nusantara,-


Rumah Adat
Rumah adat tradisional 
Rumah bolang mongondow


Rumah ini memiliki tangga di samping kiri dan kanan rumah tersebut, tangga sebelah kanan untuk masuk dan tangga sebelah kiri untuk keluar. Rumah ini mempunyai ruang tamu, ruang keluarga dan kamar-kamar. Rumah ini dibuat panggung dengan atap yang memiliki ciri khas ada bentuk huruf U yang ujungnya lancip. 

Rumah Panggung
Rumah panggung atau wale merupakan tempat kediaman para anggota rumah tangga orang Minahasa di Kota Manado, dimana didalamnya digunakan sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Rumah panggung jaman dahulu dimaksudkan untuk menghindari serangan musuh secara mendadak atau serangan binatang buas. Sekalipun keadaan sekarang tidak sama lagi dengan keadaan dahulu, tapi masih banyak penduduk yang membangun rumah panggung berdasarkan konstruksi rumah modern.

Pengucapan Syukur
Pada masa lalu pengucapan syukur diadakan untuk menyampaikan doa atau mantra yang memuji kebesaran dan kekuasaan para dewa atas berkat yang diberikan sambil menari dan menyanyikan lagu pujian dengan syair yang mengagungkan. Saat ini pengucapan syukur di Kota Manado dilaksanakan dalam bentuk ibadah di gereja. Pada hari H tersebut setiap rumah tangga menyiapkan makanan dan kue untuk dimakan oleh anggota rumah tangga, juga dipersiapkan bagi para tamu yang datang berkunjung.

Kebudayaan Masyarakat
Mapalus adalah bentuk gotong royong tradisional warisan nenek moyang orang Minahasa di Kota Manado yang merupakan suatu sistem prosedur, metode atau tehnik kerja sama untuk kepentingan bersama oleh masing-masing anggota secara bergiliran. Mapalus muncul atas dasar kesadaran akan adanya kebersamaan, keterbatasan akan kemampuannya baik cara berpikir, berkarya, dan lain sebagainya.

Suku dan Bahasa

Di Propinsi Sulawesi Utara terdapat etnis/suku utama yaitu Suku Minahasa, Suku Sangihe, suku Talaud, serta Suku Bolaang Mongondow. Penduduk asli Manado adalah suku Bantik.  Karena banyaknya komunitas peranakan arab, maka keberadaan Kampung Arab yang berada dalam radius dekat Pasar '45 masih bertahan sampai sekarang dan menjadi salah satu tujuan wisata agama. Selain itu terdapat pula penduduk Suku Jawa, Suku Batak, Suku Makasar dan suku bangsa lainnya. Dari tiap tiap suku etnis tersebut memiliki bahasa serta tradisi yang bermacam macam seperti bahasa daerah, serta terdapat pula tradisi serta norma-norma kemasyarakatan yang sangat unik dan khas.

Bahasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Manado (Sulawesi Utara) dan wilayah sekitarnya disebut bahasa Melayu Manado. Bahasa nya menyerupai Bahasa Indonesia tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek  berasal dari Bahasa Belanda, Bahasa Prtugis dan bahasa asing lainnya. Sehingga bahasa yang di pakai sehari hari di provinsi Sulut ini terbagi dalam beberapa bahasa seperti Bahasa Minahasa ( terdiri dari bahasa Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Batik).

Bahasa daerah Sangihe Talaud ( terdiri dari bahasa Sangie Besar, Siau serta bahasa Talaud). dan Bahasa daerah Bolaang Mongondow ( terdiri dari bahasa Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang). Walaupun memiliki bermacam bahasa daerah Bahasa nasional Indonesia juga digunakan dan dimengerti dengan baik oleh sebagian besar masyarakat yang ada di Sulawesi Utara.
  
Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "warga Kawanua". Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, tetapi secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa , "Kawanua" sering diartikan sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua". Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata "Wanua" diartikan sebagai negeri atau desa.

kalimantan timur

                                   Kesenian Kalimantan Timur

 Tari Gantar.


Tarian ini berasal dari Suku Dayak Benuaq dan Tonyooi. Tarian ini dikenal sebagai tarian pergaulan antara muda mudi dan juga untuk menyambut tamu yang datang. Tarian ini melukiskan kegembiraan dalam menanam padi.
Gantar adalah sepotong bambu yang didalamnya diisi dengan biji-biji padi dan tongat panjang yang merupakan asek untuk membuat lubang ditanah saat menanam padi. Juga melukiskan keramah-tamahan suku Dayak dalam menyambut tamu yang datang ke Kalimantan Timur baik sebagai turis maupun investor dan para tamu yang dihormati kemudian diajak turut menari. Pakain yang dipakai di sebut Ulap Doyo kain tenunan asli suku Dayak Benuaq yang diambil dari serat doyo
2. Kancet Tebengang Madang (Tari Enggang Terbang)

Kancet Tebengang Madang yang dalam bahasa Indonesia berarti Tari Enggang Terbang. Tarian ini berasal dari Suku Dayak Kenyah yang menggambarkan perpindahan mereka dari Apau Kayan secara menyebar keseluruh wilaayah di Kalimantan Timur, demi mencari kehidupan yang lebih baik.
Dimana burung enggang selalu mengikuti pemimpinnya, begitu juga dengan suku Dayak Kenyah, yang selalu menuruti apa perintah pemimpinnya. Burung enggang juga merupakan symbol perdamaian. Tarian ini diawali dengan “lemaloq” yang merupakan syair dalam bahasa Dayak Kenyah bercerita tentang perjalanan mereka. Tarian ini dibawakan dengan lemah gemulai oleh gadis–gadis Dayak laksana burung enggang yang sedang terbang.
3. Tari Hudoq

Tari ini berasal dari suku Dayak Bahau dan Modang, yang merupakan tarian untuk mengusir hama-hama tanaman atau mengusir roh jahat. Biasanya para penari memakai topeng-topeng yang menakutkan dan menyeramkan, supaya dapat mengecoh dan mengusir hama tanaman atau pun roh jahat.

4. Kancet Hudoq Aban


Tarian ini berasal dari suku Dayak Kenyah. Sama halnya dengan suku Dayak Bahau, tarian ini juga dimaksudkan untuk mengusir hama tanaman dan roh jahat yang mengganggu. Hanya bedanya, adalah pada topeng yang digunakan, dan penari dari Hudoq Aban adalah perempuan yang mengenakan cadar dari bahan manik-manik (Aban).

5. Tari Belian Bawo

Belian adalah salah satu bentuk dari kebudayaan suku Dayak Tonyooi dan Dayak Benuaq untuk mengobati orang sakit. Ada berbagai macam Belian sehingga ada berbagai macam kostum dan berbagai macam gerak tari dan musik yang mengiringi sesuai dengan maksud dari Belian itu sendiri. “Pemelian” atau dukun bertindak sebagai perantara manusia dengan roh roh atau para penguasa dunia dalam menyembuhkan orang sakit.

6. Kancet Pepatai (Tari Perang)

Kancet Pepatai adalah tarian dari suku Dayak Kenyah, mengisahkan tentang keberanian para pria (ajai) suku Dayak Kenyah dalam berperang. Tarian ini mengisahakan dari awal mula perang sampai dengan upacara pemberian gelar bagi ajai yang sudah berhasil mengenyahkan musuhnya.

7. Leleng


Leleng dalam bahasa Kenyah berarti berputar-putar. Adalah Utan Along (sebutan untuk seorang gadis yatim), yang sedang bimbang karena kekasihnya pergi dan belum kembali. Berputar-putar melambangkan kebimbangan. Layaknya orang yang sedang kebingungan lalu mondar mandir. Begitu juga dengan Utan Along. Oleh sebab itu dinamakan Leleng. Tarian ini diiringi oleh nyanyian leleng. Dalam nyanyian itu menceritakan tentang Utan Along.

8. Tari Ngelewai


Tarian ini diiringi musik “Rendete” yaitu musik khas suku Dayak Tonyoi-Benuaq. Tarian ini dibawakan oleh gadis-gadis cantik dengan memakai selendang dengan lemah gemulai. Mereka menari laksana kupu-kupu yang sedang terbang mencari kembang untuk dihisap madunya. Tarian ini juga biasa dibawakan sebagai tarian menyambut tamu dan acara sukacita.

9. Kancet Punan Letto


“Punan” artinya merebut, “letto” artinya gadis/wanita. Tarian ini menceritakan tentang dua orang pemuda yang sama-sama menyukai seorang gadis dan memperebutkannya. Pemuda yang mempertahankan gadisnya dengan gagah berani akhirnya memenangkan pertarungan tersebut. Sudah merupakan sifat suku Dayak Kenyah, untuk memepertahankan miliknya apa pun itu bentuknya.

10. Tari Persatuan dan Kesatuan


Tarian ini berasal dari suku Dayak Kenyah. Semula, tarian ini dinamakan “KANCET MENYAM TALI” berarti Tarian Anyam Tali. Para penari memegang tali atau pita aneka warna yang menjadi perlambang atau symbol dari keanekaragaman suku, adat, budaya dan agama masyarakat yang tinggal di Kalimantan Timur. Pita tersebut kemudian dianyam menjadi simpul yang terpadu. Tarian ini mengilhami Gubernur Kalimantan Timur, H. Suwarna Abdul Fatah untuk menjadikan tarian wajib bagi masyarakat Kalimantan Timur karena sesuai dengan situasi dan kondisi daerah ini. Oleh karena itu dinamakan Tarian Persatuan dan Kesatuan.

11. Belian Sentiyu


Sama halnya dengan Tarian Belian Bawo, tarian ini juga berasal dari suku Dayak Tonyooi dan Dayak Benuaq. Maksud dan tujuan dari tarian ini juga untuk mengobati orang sakit dan mengusir roh jahat. Perbedaannya adalah pada kostum, apabila pada Belian Bawo memakai gelang bergemerincing yang memekakkan telinga pendengarnya pada Belian Sentiyu memakai persembahan beras yang akan ditaburkan oleh pemeliannya.

12. Tekenaq Bungan Malan


Bungan Malan adalah seorang Dewi bagi suku Dayak Kenyah yang sangat diagungkan. Bagi suku Dayak Kenyah, Bungan Malan adalah Tuhan yang disembah. Digambarkan bahwa Bungan Malan adalah seorang Dewi yang arif bijaksana serta sangat sakti. Oleh karena itu sangat disegani dan diagungkan oleh suku Dayak Kenyah. Dalam tarian ini seorang penari perempuan yang menarikan Bungan Malan akan diangkat oleh para ajai dengan memakai gong, sebagai perlambang Dewi tersebut sangat disanjung dan dipuja.

Kalimantan Selatan

                      Kesewnian Kalimantan Selatan

SENI TRADISIONAL BANJAR
Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa dan danau, disamping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap kehidupan mereka serba relegius. Disamping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih tradisional.
Ikatan kekerabatanmulai longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas nampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.
Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar nampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah tangga, transport, Tari, Nyayian dsb.
Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar seperti :
Teater Tradisi / Teater Rakyat
Antara lain Mamanda, Wayang Gung, Abdul Mulk Loba, Kuda Gepang, Cerita Damarwulan, Tantayungan, Wayang Kulit, Teater Tutur.
Seni Musik
Antara lain Kuriding, Karung-karung Panting, Kintunglit, Bumbung, Suling Bambu, Musik Tiup, Salung Ulin, Kateng Kupak.
Sinoman Hadrah dan Rudat
Sinoman Hadrah dan Rudat bersumber daripada budaya yang dibawa oleh pedagang dan penda’wah Islam dari Arab dan Parsi dan berkembang campur menjadi kebudayaan pada masyarakat pantai pesisir Kalimantan Selatan hingga Timur.
Puja dan puji untuk Tuhan serta Rasul Muhammad SAW mengisi syair dan pantun yang dilagukan bersahutan dalam qasidah yang merdu, dilindungi oleh payung (merupakan lambang keagungan dalam kehidupan tradisional di Indonesia) ubur-ubur, dalam gerakan yang dinamis.
Seni Tari
a. Tari Tradisi  : Balian, Gantar, Bakanjar, Babangai
b. Tari Klasik  : Baksa Kambang, Topeng, Radap Rahayu
c. Tari Rakyat  : Japin Sisit, Tirik Lalan, Gambut, Kuda Gepang, Rudat dll
imagetarian surup dari Tanbu (MB)
Seni Sastra
Antara lain Kuriding, Karung-karung Panting, Kintunglit, Bumbung, Suling Bambu, Musik Tiup, Salung Ulin, Kateng Kupak.
a. Syair  : Hikayat, Sejarah, Keagamaan
b. Pantun  : Biasa, Kilat, Bakait
Seni Rupa
Antara lain Ornamen, Topeng dan Patung.
Keterampilan
Maayam dinding palupuh, maulah atap, wantilan, maulah gula habang, maulah dodol kandangan, maulah apam barabai, maulah sasapu ijuk, manggangan, maulah wadai, maulah urung katupat, maaym janur banjar, dll(sumb: situs her’s Site)
Suku Banjar mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya belum maksimal, meliputi berbagai bidang seni budaya.
‘Seni Tari’ Seni Tari suku Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama “Baksa” yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun yang lalu, semenjak zaman hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan adab islam mengalami sedikit perubahan. Seni tari daerah Banjar yang terkenal misalnya :
Tari Baksa Kembang, dalam penyambutan tamu agung.
Tari Baksa Panah
Tari Baksa Dadap
Tari Baksa Lilin
Tari Baksa Tameng
Tari Radap Rahayu, dalam upacara perkawinan
Tari Kuda Kepang
Tari Japin/Jepen
Tari Tirik
Tari Gandut
Tarian Banjar lainnya

Yogyakarta

                                  Kesenian Yogyakarta 

Ada banyak kesenian tradisional di Jogjakarta atau Jawa. Berikut ini beberapa kesenian jawa tradisional Jawa, yang juga merupakan budaya Jawa.
WAYANG
Wayang dalam bentuk yang asli merupakan kreasi budaya orang Jawa yang berisi berbagai aspek kebudayaan Jawa. Wayang sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke Indonesia. Pada jaman Neolitikum pertunjukan wayang awalnya terdiri atas upacara-upacara keagamaan yang berlangsung di malam hari untuk persembahan kepada “Hyang”. Pertunjukan wayang ceritanya menggambarkan jiwa kepahlawanan para nenek moyang yang ada dalam mitologi.
Pada masa sekarang pertunjukan wayang sudah sangat berbeda jika dibandingkan dengan pertunjukan yang sama dimasa lampau. Dahulu wayang digambarkan sesuai dengan wajah nenek moyang.
Orang Jawa gemar sekali menonton wayang karena ceritanya berisi pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berguna yang dapat dijadikan pedoman dan tuntunan di dalam menjalani hidup di masyarakat. Berdasarkan cerita dan penyajian kira-kira ada 40 jenis wayang yang ada di Indonesia, diantaranya wayang beber, wayang klithik, wayang kulit, wayang krucil dan wayang thengul atau wayang golek. Pementasan wayang selalu diiringi dengan musik gamelan.
WAYANG KULIT
Wayang kulit biasanya dibuat dari kulit kerbau atau kulit lembu. Wayang kulit kini telah menjadi warisan budaya nasional dan sudah sangat terkenal di dunia sehingga banyak orang asing yang datang dan mempelajari seni perwayangan. Pertunjukan wayang kulit sampai saat ini tetap digemari sebagai tontonan yang menarik, biasanya disajikan semalam suntuk.
WAYANG WONG
Wayang Wong berarti wayang yang diperankan oleh manusia. Ceritanya juga hampir sama dengan cerita-cerita pada wayang kulit namun dalangnya disamping sebagai piƱata cerita tetapi juga sekaligus sebagai sutradara panggung.
WAYANG THENGUL / WAYANG GOLEK
Wayang Thengul/Wayang Golek adalah wayang berbentuk boneka dari kayu. ceritanya berasal dari kisah Menak. Orang suka menonton wayang ini karena gerakan-gerakan boneka kayu yang didandani persis manusia ini sangat mirip dengan gerakan orang.
WAYANG KLITHIK
Wayang ini dibuat dari kayu papan dan nama ini berasal dari suara klithik-klithik sewaktu dimainkan dan biasanya ceritanya adalah Damarwulan.
LANGEN MANDRA WANARA
Langen Mandra Wanara yang merupakan kombinasi antara berbagai jenis tarian, tembang, drama dan irama gamelan adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Yogyakarta. Karakteristik tarian ini adalah para penarinya berdiri dengan lutut atau jengkeng sambil berdialog dan menyanyi ‘mocopat’. Cerita langen mandra wanara diambil dari kisah ramayana dengan lebih banyak menampilkan wanara/kera.
KETHOPRAK
Kethoprak adalah kesenian tradisional yang penyajiannya dalam bahasa Jawa ceritanya bermacam-macam berisi dialog tentang sejarah sampai cerita fantasi serta biasanya selalu didahului dengan tembang Jawa. Kostum dan dandanannya menyesuaikan dengan adegan dan jalan cerita serta selalu diiringi dengan irama gamelan dan keprak.
KARAWITAN
Musik gamelan tradisional Jawa yang dimainkan oleh sekelompok Wiyaga dan diiringi oleh nyayian dari Waranggono dan Wiraswara biasanya disebut ‘Uyon-uyon’, sedangkan kalau tanpa diiringi oleh nyayian dari Waranggono atau Wiraswara disebut ‘Soran’.
JATHILAN
Merupakan tarian yang penarinya menggunakan kuda kepang dan dilengkapi unsur magis. Tarian ini digelar dengan irinhgan beberapa jenis alat gamelan seperti Saron, kendang dan gong.
SENDRATARI RAMAYANA
Salah satu sendratari yang terkenal adalah sendratari Ramayana. Sendratari Ramayana mempunyai keistimewaaan tersendiri karena ceritanya mengisahkan antara pekerti yang baik (ditokohkan oleh Sri Rama dari negara Ayodyapala) melawan sifat jahat yang terjelma dalamdiri Rahwana (Maharaja angkara murka dari negara Alengka)
Sendaratari Ramayana dipentaskan di Panggung Terbuka Prambanan secara rutin pada bulan Meisampai Oktober, masing-masing dalam 4 (empat) episode yaitu :
Episode satu: Hilangnya Dewi Shinta
Episode dua:Hanoman Duta
Episode Ketiga:Kumbokarno Leno atau gugurnya Pahlawan Kumbokarno
Episode Keempat: Api suci
Apabila ingin menyaksikan ceritera Ramayana secara ringkas (full story), dapat menonton di Teater Tri Murti Prambanan pada setiap hari selasa, rabu, dan kamis. Alternatif lain bagi mereka yang ingin menonton Sendratari Ramayana di kota Yogyakarta, beberapa tempat yang menyajikan diantaranya di Jl. Brigjen Katamso (Pura Wisata dan Ndalem Pujokusuman)
TARI KREASI BARU
Seni Tari dan seni Karawitan Jawa berkembang terus dengan munculnya tata gerak tari (koreografi) dan iram-irama baru. Salah seorang perintis tari kreasi baru adalah seniman Bagong Kusudiarjo, padepokannya terletak di daerah Gunung Sempu, Kabupaten Bantul.